asset coin leftasset coin right
📩 Stay Ahead in Crypto!🔥
Get expert insights & alerts straight to your inbox — join our newsletter now!
Dark Mode
BTCUSDT87,711.1+557.78 ( +0.64% )
ETHUSDT2,942.26+6.43 ( +0.22% )
HYPEUSDT24.82+0.78 ( +3.25% )
JELLYJELLYUSDT0.07741+0.001 ( +1.31% )
PAXGUSDT4,496.11-15.34 ( -0.34% )
SOLUSDT122.49+0.99 ( +0.82% )
SQDUSDT0.06593+0.01708 ( +34.96% )
XAUTUSDT4,483.1-14.84 ( -0.33% )
XRPUSDT1.8704+0.0215 ( +1.16% )
Powered by
News - Breaking News

Analis Bloomberg Ingatkan Risiko Bitcoin Koreksi ke US$10.000

User
December 25, 2025 | 09:11 WIB
User
UpdatedGoldwin
December 25, 2025 | 09:11 WIB
Analis Bloomberg Ingatkan Risiko Bitcoin Koreksi ke US$10.000

Seorang analis dari Bloomberg Intelligence memperingatkan bahwa Bitcoin berpotensi mengalami koreksi tajam hingga kembali ke kisaran US$10.000, seiring melemahnya faktor permintaan yang selama ini menopang reli harga aset kripto terbesar di dunia tersebut.

Strategist Bloomberg Intelligence, Mike McGlone, menilai struktur pasar Bitcoin saat ini menunjukkan tanda-tanda kelelahan dari sisi aliran modal baru. Menurutnya, reli besar Bitcoin di masa lalu bukan ditopang oleh pembelian berkelanjutan, melainkan oleh fase akumulasi awal oleh pelaku besar yang menyerap pasokan sejak dini.

“Lonjakan harga Bitcoin sebelumnya terjadi ketika pembeli besar masuk di fase awal dan mengunci suplai. Setelah fase itu berakhir, dukungan harga menjadi jauh lebih rapuh,” tulis McGlone melalui platform X.

Reli 2020 Dipicu Akumulasi Awal, Bukan Permintaan Baru

McGlone mengingatkan bahwa Bitcoin terakhir kali berada di level US$10.000 pada 2020, periode ketika perusahaan-perusahaan besar mulai melakukan akumulasi agresif. Strategi pembelian oleh Michael Saylor dan sejumlah korporasi kala itu mengurangi pasokan beredar dan mendorong harga naik tanpa membutuhkan arus pembeli baru yang konsisten.

Seiring kenaikan harga, pembeli ritel mulai masuk di level yang lebih tinggi. Namun, menurut McGlone, aktivitas tersebut lebih bersifat mengikuti momentum ketimbang menciptakan permintaan baru yang fundamental. Selama tekanan jual tetap rendah, reli dapat berlanjut.

Dukungan tambahan sempat datang dari persetujuan spot Bitcoin ETF, yang membuka akses bagi investor institusional melalui jalur teregulasi. Arus dana besar tersebut dinilai telah mencapai puncaknya, dan kini mulai melambat.

“Pertumbuhan pembelian oleh korporasi juga berhenti, sementara kepemilikan Bitcoin tetap terkonsentrasi di tangan pemegang awal dengan keuntungan belum terealisasi yang signifikan,” ujar McGlone. Kondisi ini, menurutnya, berisiko memicu tekanan jual jika terjadi kepanikan pasar.

Fragmentasi Pasar dan Risiko Reset Harga

Selain faktor permintaan, McGlone menyoroti perubahan struktur pasar kripto secara keseluruhan. Data CoinMarketCap menunjukkan sekitar 28 juta aset kripto kini tercatat secara global, jauh dari kondisi ketika Bitcoin masih mendominasi arus modal.

Fragmentasi tersebut membuat alokasi dana investor tersebar ke ribuan aset, alih-alih terkonsentrasi pada Bitcoin. McGlone membandingkan situasi ini dengan pasar saham menjelang krisis 2007, ketika harga bertahan tinggi meski likuiditas mulai mengetat, hingga akhirnya mengalami koreksi tajam.

Ia juga menilai kepemilikan besar Bitcoin oleh Michael Saylor melalui perusahaannya, Strategy, tidak lagi dapat berfungsi sebagai penopang permintaan baru. Perusahaan tersebut kini memegang sekitar 671.000 BTC dengan harga rata-rata mendekati US$75.000, modal yang menurut McGlone telah sepenuhnya terealisasi.

“Ini bukan soal sentimen atau ideologi. Ini soal dinamika penawaran dan permintaan serta waktu masuknya modal,” tegas McGlone. Dalam kerangka tersebut, ia melihat level US$10.000 sebagai kemungkinan titik reset jika tekanan pasar terus meningkat.

Copiedbagikan