Indonesia menempati peringkat ketujuh dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2025 yang dirilis oleh Chainalysis, sebuah perusahaan analisis blockchain ternama, menandai posisi kuat negara ini dalam ekosistem cryptocurrency global. Laporan tersebut, yang dipublikasikan di situs resmi Chainalysis pada 2025, menyoroti peningkatan signifikan adopsi kripto di Indonesia, didukung oleh aktivitas ritel dan keuangan terdesentralisasi (DeFi).
Menurut laporan, Indonesia unggul dalam kategori nilai yang diterima dari transaksi ritel dan institusional, serta menunjukkan pertumbuhan pesat dalam penggunaan DeFi. Negara ini berada di belakang pemimpin regional seperti India dan Vietnam, yang mendominasi wilayah Asia Selatan dan Tengah serta Oseania, dengan tujuh dari 20 negara teratas berasal dari kawasan tersebut. Chainalysis mencatat bahwa pengecualian data dari volume perdagangan peer-to-peer (P2P) tahun ini—akibat penutupan platform seperti LocalBitcoins—tidak mengurangi posisi kuat Indonesia, yang didorong oleh aktivitas di bursa lokal dan layanan merchant.
Laporan ini juga menyoroti bahwa pasar kripto Indonesia diperkirakan mencapai nilai $1,7 miliar pada 2025, dengan 28,65 juta pengguna, menurut proyeksi Statista Market Forecast. Faktor pendorong meliputi minat individu terhadap aset digital sebagai lindung nilai terhadap inflasi, serta dukungan dari kerangka regulasi yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Chainalysis menekankan bahwa adopsi ini terutama dipimpin oleh pengguna ritel, dengan aktivitas on-chain yang mencerminkan partisipasi komunitas yang aktif.