Otoritas keamanan Amerika Serikat mengungkap jaringan besar pencucian uang lintas negara yang dijalankan oleh kelompok kejahatan terorganisir asal China, menggunakan kombinasi antara gift card ritel, dompet digital, dan aset kripto untuk menyalurkan miliaran dolar hasil kejahatan ke luar negeri.
Menurut laporan Bloomberg, penyelidik dari Homeland Security Investigations (HSI) menemukan bahwa sindikat tersebut memanfaatkan kartu hadiah milik berbagai retailer besar di AS sebagai alat utama dalam operasi mereka. Gift card hasil curian dikuras dan digunakan untuk membeli barang-barang elektronik bernilai tinggi seperti iPhone dan laptop, yang kemudian dikirim ke China untuk dijual kembali dengan keuntungan besar.
“Tujuannya adalah mencairkan uang hasil kejahatan — dari penipuan hingga pencurian data — dan menyalurkannya keluar negeri,” ujar Adam Parks, Asisten Agen Khusus di HSI. “Hubungan dagang AS–China memberi mereka jalur yang sempurna untuk melakukan hal itu.”
Proyek investigasi bertajuk Project Red Hook menemukan bahwa sindikat tersebut telah menyebabkan kerugian lebih dari US$1 miliar selama dua tahun terakhir. Uang hasil kejahatan tersebut kemudian dikonversi menjadi mata uang kripto dan dialirkan melalui platform pembayaran China, menciptakan jalur tersembunyi bagi modal Amerika untuk meninggalkan negara itu.
Jaringan ini beroperasi dengan efisiensi seperti rantai pasokan bisnis. Data gift card curian dijual secara massal melalui aplikasi WeChat milik Tencent, dibayar menggunakan kripto, dan kemudian diisi ulang ke dompet digital untuk membeli barang di toko-toko AS. “Anda punya pengambil, pengolah, penyalur, dan penebus,” kata Dariush Vollenweider, agen senior HSI. “Ketika konsumen baru mengisi ulang kartu mereka, saldonya kemungkinan sudah lenyap.”
Investigasi juga menemukan adanya operasi phishing massal dan SIM farms, yaitu ruangan berisi ribuan perangkat dengan kartu SIM yang digunakan untuk mengirim pesan teks palsu secara besar-besaran. Pesan tersebut menyamar sebagai tagihan tol, pengiriman paket, atau biaya pos, untuk mencuri data keuangan korban.
Pada September lalu, agen federal AS membongkar jaringan tersembunyi di dekat markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York yang berisi lebih dari 300 server SIM dan 100.000 kartu SIM. Awalnya diduga terkait ancaman terhadap Presiden Donald Trump, peralatan tersebut ternyata digunakan untuk mendukung jaringan pencurian dan pencucian uang ini.
Menurut Departemen Keuangan AS, praktik ini berakar pada fenomena “daigou” — pembelian barang mewah di luar negeri untuk dijual kembali di China. Pembatasan ketat terhadap mata uang asing dan impor barang mewah di China menciptakan pasar abu-abu yang kini dimanfaatkan jaringan kriminal.
Dalam beberapa kasus, aparat menemukan ribuan gift card palsu. Dua pria asal California ditangkap setelah ditemukan membawa 10.000 gift card yang dimodifikasi, sementara 15.000 kartu lainnya ditemukan di kamar hotel di Hayward. Di New Hampshire, tiga warga negara China dijatuhi hukuman dua hingga lima tahun penjara federal atas konspirasi penipuan kartu elektronik, dan di Florida, seorang lainnya dihukum 33 bulan penjara atas kepemilikan perangkat akses ilegal.
“Masalahnya tampak kecil karena terjadi di ribuan transaksi kecil,” ujar Vollenweider. “Tapi jika dijumlahkan, setiap kali seseorang mengisi ulang kartu yang sudah diretas, sebagian uang itu keluar dari negeri ini.”
Kasus ini menunjukkan bagaimana kombinasi antara kejahatan siber, aset digital, dan sistem pembayaran global menciptakan tantangan baru bagi otoritas keuangan. Bagi pelaku, gift card dan kripto bukan hanya alat belanja — tapi saluran cepat untuk memindahkan uang curian lintas negara tanpa jejak tradisional perbankan.