


Bloomberg melaporkan adanya lonjakan drastis dalam aktivitas peretasan aset kripto yang dilakukan oleh Korea Utara sepanjang tahun 2025. Dalam pemberitaannya pada Kamis (18/12), terungkap bahwa para peretas yang terafiliasi dengan Pyongyang berhasil mencuri aset senilai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 31 triliun pada tahun ini.
​Angka pencurian tersebut menandai peningkatan lebih dari 50% dibandingkan periode sebelumnya. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa serangan siber dari negara tertutup ini menyumbang porsi yang sangat signifikan dari total kerugian industri kripto global tahun ini yang tercatat sebesar 3,4 miliar dolar AS.
​Temuan ini didasarkan pada analisis mendalam dari firma intelijen blockchain, Chainalysis. Secara kumulatif, total pencurian aset kripto yang dilakukan sindikat Korea Utara hingga kini diperkirakan telah mencapai setidaknya 6,75 miliar dolar AS.
​Terkait pemanfaatan dana curian, Kepala Intelijen Keamanan Nasional Chainalysis, Andrew Peerman, memperingatkan bahwa aksi kriminal ini telah menjadi "sumber pendanaan yang menguntungkan" bagi Pyongyang. "Hasil peretasan digunakan untuk mendukung rezim Korea Utara dan memperkuat program senjata pemusnah massal mereka," tegasnya.