Pemerintah Hong Kong lewat Hong Kong Monetary Authority (HKMA) telah menetapkan persyaratan kepada bank yang ingin menangani aset kripto yang diatur yang mewajibkan bank untuk mempertahankan rasio kecukupan modal inti Tier-1 (CET1) minimal 10% untuk eksposur terhadap aset kripto yang diatur, seperti stablecoin dan token yang memenuhi standar regulasi.
Persyaratan ini mencakup tambahan buffer modal sebesar 2-3% tergantung pada tingkat risiko aset, yang dirancang untuk melindungi stabilitas sistem keuangan dari volatilitas pasar kripto. Langkah ini diluncurkan bersamaan dengan Ordinansi Stablecoin 2025, yang mulai berlaku pada Agustus 2025, memungkinkan bank untuk menawarkan layanan terkait aset digital setelah mematuhi persyaratan ketat.
Data dari laporan menunjukkan bahwa bank yang ingin berpartisipasi dalam aktivitas seperti penyimpanan aset kripto atau fasilitasi perdagangan harus menjalani evaluasi risiko menyeluruh, termasuk analisis dampak likuiditas dan operasional. Hal ini didukung oleh pernyataan HKMA bahwa regulasi tersebut bertujuan untuk "menciptakan lingkungan yang seimbang antara inovasi dan perlindungan konsumen," dengan fokus pada pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sebagai contoh, bank seperti HSBC dan Standard Chartered, yang beroperasi di Hong Kong, telah menunjukkan minat untuk mematuhi pedoman ini, menurut wawancara dengan eksekutif bank yang dikutip oleh Reuters pada 9 September 2025. Langkah ini dianggap memperkuat posisi Hong Kong sebagai hub kripto di Asia, terutama setelah peluncuran dana treasury digital senilai $500 juta oleh HashKey Group pada September 2025, seperti dilaporkan sebelumnya oleh The Block. Namun, analisis dari PwC menunjukkan bahwa persyaratan modal yang ketat dapat membatasi partisipasi bank kecil, memungkinkan hanya institusi besar untuk mendominasi pasar aset kripto yang diatur.