Parlemen Iran telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang mengangkut sekitar 20 persen pasokan minyak dunia, sebagai respons terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Keputusan ini diambil menyusul eskalasi konflik dengan Israel dan ancaman dari Amerika Serikat, menurut laporan kantor berita Iran IRINN.
Selat Hormuz, yang menghubungkan Teluk Arab dan Teluk Oman, merupakan jalur vital untuk ekspor minyak dari negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kuwait. Penutupan selat ini berpotensi mengganggu distribusi minyak global, yang dapat memicu kenaikan harga minyak mentah secara signifikan. Berdasarkan laporan, harga minyak Brent telah melonjak 7 persen menjadi 74,60 dolar AS per barel pada 16 Juni 2025, dengan potensi mencapai 130 dolar AS per barel jika penutupan benar-benar terjadi.
Anggota parlemen konservatif Iran, Esmail Kosari, menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz adalah "kartu strategis" yang dapat dimainkan Iran untuk menekan pihak-pihak yang memusuhi negara tersebut. Usulan ini kini telah dikirim ke Majlis Keselamatan Nasional Iran untuk mendapatkan persetujuan akhir dan implementasi.
Keputusan ini memicu kekhawatiran global, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada pasokan minyak melalui selat tersebut.
Analis dari JP Morgan memperingatkan bahwa penutupan Selat Hormuz dapat merugikan Iran sendiri, mengingat ketergantungan ekonomi negara itu pada ekspor minyak melalui jalur laut, terutama ke China.
Di sisi lain, komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendesak semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi. Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, telah menyiapkan rencana evakuasi untuk 386 warga negara Indonesia (WNI) di Iran dan 194 WNI di Israel sebagai respons terhadap memanasnya konflik.
Hingga kini, laporan dari pelacak maritim menunjukkan bahwa lalu lintas kapal di Selat Hormuz masih berjalan, meskipun ketegangan terus meningkat. Dunia kini menanti langkah selanjutnya dari Iran dan respons dari kekuatan global terhadap keputusan kontroversial ini.