Reli besar pada harga emas dan Bitcoin disebut dipicu oleh faktor yang sama — menurunnya kepercayaan global terhadap mata uang cadangan seperti dolar AS. Menurut laporan Eurizon SLJ Capital Limited, investor kini semakin menjauh dari sistem keuangan berbasis fiat setelah bank sentral dan pemerintah dinilai “mencetak uang tanpa kendali” di tengah defisit fiskal yang membengkak.
Harga emas sempat menembus rekor tertinggi sepanjang masa di atas USD 4.000 per troy ounce pada awal pekan ini, sementara Bitcoin juga mencatat rekor baru pada akhir pekan lalu. Eurizon menilai, jika tren diversifikasi cadangan devisa dari dolar terus berlanjut, harga emas berpotensi mencapai USD 8.500 per troy ounce seiring bank sentral meningkatkan porsi kepemilikan emas hingga setara dengan dolar.
Laporan itu juga menyoroti bahwa kebijakan fiskal longgar di berbagai negara telah memperburuk defisit anggaran dan menekan nilai tukar mata uang lokal. Kondisi tersebut memicu “debasement trade” — di mana investor beralih ke aset lindung nilai seperti emas, Bitcoin, dan perak, serta menjauhi mata uang utama dunia.
Beberapa tokoh besar keuangan turut menyoroti fenomena ini. Miliarder Ray Dalio menyebut emas kini “lebih aman” dibandingkan dolar, sementara pendiri Citadel, Ken Griffin, menilai lonjakan harga emas mencerminkan meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas mata uang AS.
Indeks Dolar Bloomberg sempat menguat tipis pada Oktober, memangkas pelemahannya sepanjang tahun menjadi di bawah 8%. Namun, Eurizon memperkirakan tren penurunan dolar masih akan berlanjut setelah jeda singkat ini, yang lebih disebabkan oleh pelemahan euro dan yen akibat risiko politik dan fiskal domestik.
“Investor kini memalingkan wajah dari dolar dan mata uang cadangan lainnya,” tulis para analis Eurizon. “Para pelaku kripto semakin percaya pada aset digital karena ketidakpercayaan mereka terhadap sistem perbankan terpusat, sementara bank sentral di negara berkembang mulai menghindari aset cadangan tradisional setelah melihat pembekuan cadangan Rusia.”