

.png)
.png)

Pemerintah Indonesia akan memperluas sistem pelaporan pajak global untuk mencakup transaksi kripto dan mata uang digital, efektif mulai 1 Januari 2026.
Kebijakan baru ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menyesuaikan sistem perpajakan Indonesia dengan standar internasional Common Reporting Standard (CRS) yang dikoordinasikan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). CRS bertujuan memfasilitasi pertukaran data keuangan lintas negara guna mencegah praktik penghindaran pajak dan pencucian uang.
Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, mulai tahun depan seluruh wajib pajak di Indonesia yang memiliki atau melakukan transaksi aset digital akan diwajibkan melaporkan kepemilikan dan aktivitas perdagangan mereka kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi tersebut kemudian dapat dibagikan dengan otoritas pajak di negara lain yang juga menerapkan CRS.
Langkah ini juga melanjutkan kebijakan pemerintah sebelumnya dalam memperkuat regulasi pajak kripto. Pada Juli 2025, Kementerian Keuangan telah menaikkan tarif pajak transaksi aset kripto di bursa domestik dari 0,1% menjadi 0,21%, yang berlaku baik untuk Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan tarif tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan industri dan memastikan penerimaan pajak yang lebih optimal dari sektor digital.
Sejumlah analis menilai bahwa kebijakan pelaporan global ini bisa memberikan dampak ganda terhadap pasar. Di satu sisi, transparansi dan kepatuhan pajak yang lebih tinggi dapat memperkuat legitimasi industri kripto di mata regulator dan investor institusional. Namun di sisi lain, kewajiban pelaporan lintas negara berpotensi menekan minat investor ritel yang lebih sensitif terhadap regulasi dan privasi data.
Pemerintah hingga kini belum merilis detail teknis pelaksanaan, termasuk mekanisme pelaporan, format data, dan sistem integrasi antara platform exchange dengan DJP. Namun, pejabat Kementerian Keuangan sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa regulasi ini akan menjadi bagian dari roadmap penerapan pajak digital nasional yang juga mencakup aset virtual, NFT, dan stablecoin.
Dengan langkah ini, Indonesia bergabung dengan lebih dari 120 negara yang telah menerapkan sistem CRS untuk aset digital, mengikuti jejak Uni Eropa, Singapura, dan Australia. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan tata kelola aset digital paling progresif di kawasan Asia Tenggara.