Pasokan uang M2 Amerika Serikat (AS) mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 22 triliun dolar AS, atau setara dengan sekitar Rp358 Ribu triliun (dengan kurs perkiraan Rp16.300 per dolar AS), menurut laporan terbaru dari Federal Reserve yang dipublikasikan pada Jumat, 25 Juli 2025. Data ini ditampilkan dalam grafik dari TradingView yang menunjukkan peningkatan bertahap pasokan uang M2 sejak 2021, dengan kenaikan terbaru sebesar 0,63% atau 137,2 miliar dolar AS.
Grafik yang disertakan dalam postingan menunjukkan tren kenaikan pasokan uang M2 yang dimulai dari sekitar 17 triliun dolar AS pada pertengahan 2021, mengalami penurunan sementara pada 2022-2023 akibat kebijakan moneter ketat Federal Reserve, sebelum kembali melonjak pada 2024 dan mencapai puncak baru pada Juli 2025.
Pasokan uang M2 adalah ukuran luas dari jumlah uang yang tersedia dalam perekonomian AS, yang mencakup uang tunai, deposito tabungan, deposito berjangka jangka pendek, dan dana pasar uang. Berbeda dengan M1 yang hanya meliputi uang tunai dan rekening giro, M2 mencakup aset yang lebih likuid dan sering digunakan oleh ekonom untuk menganalisis kesehatan ekonomi serta potensi tekanan inflasi.
Penelitian dan data historis menunjukkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan pasokan uang M2 dan kenaikan harga Bitcoin. Pasokan uang M2, yang mencakup uang tunai, deposito tabungan, dan instrumen likuid lainnya, sering kali meningkat akibat kebijakan moneter ekspansif seperti stimulus ekonomi atau pemotongan suku bunga. Ketika pasokan uang meningkat, investor cenderung mencari aset alternatif seperti Bitcoin untuk melindungi nilai kekayaan mereka dari devaluasi mata uang fiat, terutama di tengah inflasi. Lonjakan M2 sebesar 0,63% (137,2 miliar dolar AS) pada Juli 2025 dapat memicu tren serupa, seperti yang terlihat pada kenaikan Bitcoin selama stimulus pandemi 2020-2021.
Kenaikan ini terjadi di tengah debat publik tentang kebijakan moneter Federal Reserve, termasuk tekanan dari Presiden Donald Trump kepada Ketua Jerome Powell untuk menurunkan suku bunga guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Trump baru-baru ini, dalam kunjungan ke Federal Reserve pada 24 Juli 2025, secara langsung meminta Powell untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga, dengan alasan bahwa suku bunga tinggi saat ini (4,25%-4,50%) menghambat ekspansi ekonomi.