Optimisme tinggi terhadap regulasi stablecoin di Amerika Serikat kini menghadapi ujian nyata. Tiga bulan setelah disahkannya Genius Act, undang-undang pertama yang mengatur aset kripto di AS, proses implementasinya ternyata berjalan jauh lebih lambat dari ekspektasi banyak pihak.
Dalam laporan Bloomberg, suasana di konferensi DC Fintech Week di Washington minggu ini menunjukkan perubahan nada. Para pelaku industri mulai menyadari bahwa menerjemahkan aturan baru menjadi sistem yang berfungsi efektif “lebih sulit daripada yang dibayangkan.”
“Kita harus realistis bahwa semua ini akan memakan waktu,” kata Sara Weed, mitra di firma hukum Gibson Dunn sekaligus co-chair praktik Fintech & Digital Assets. “Masih sangat awal, dan prosesnya rumit.”
Situasi politik yang tak kondusif juga memperlambat kemajuan. Pemerintah AS masih menghadapi shutdown selama tiga minggu berturut-turut, membuat fokus legislator dan regulator bergeser dari agenda penyempurnaan aturan kripto. Padahal, beberapa isu penting masih menggantung — mulai dari izin pemberian “reward” atas saldo stablecoin, diversifikasi cadangan aset, hingga aturan bagi perusahaan non-bank yang ingin menjadi penerbit stablecoin.
Menurut Travis Hill, pejabat sementara Ketua FDIC, badan sertifikasi tiga anggota yang dibentuk lewat undang-undang tersebut bahkan belum beroperasi penuh. “Untuk penerbit stablecoin non-bank, tantangan kebijakan yang muncul jauh lebih kompleks,” ujarnya.
Meski begitu, industri kripto tetap bergerak cepat. Sejumlah perusahaan keuangan dan teknologi besar seperti Visa, Anchorage Digital, dan Stripe (melalui divisi Bridge) sudah meluncurkan platform penerbitan stablecoin mereka sendiri. Beberapa bahkan menyebut diri mereka “Genius-ready,” menandakan kesiapan mereka menunggu aturan final berlaku.
“Kita perlu kejelasan secepatnya soal isu-isu penting seperti reward, pasar sekunder, dan syarat cadangan aset agar Genius Act bisa diterapkan maksimal pada Januari 2027,” kata Kevin Wysocki, Kepala Kebijakan di Anchorage Digital.
Selain penyempurnaan Genius Act, industri juga menunggu Digital Asset Market Clarity Act 2025, rancangan undang-undang yang diharapkan menetapkan batas kewenangan antara SEC dan CFTC dalam mengatur aset digital. Namun para peserta konferensi sepakat bahwa proses ini kemungkinan tertunda hingga 2026, mengingat keterbatasan sumber daya di lembaga-lembaga tersebut.
Sementara itu, saham perusahaan-perusahaan terkait aset digital seperti KindlyMD Inc., Brera Holdings, dan SharpLink Gaming sempat naik sebelum rencana ekspansi mereka diumumkan secara resmi — menandakan antusiasme investor terhadap prospek jangka panjang pasar stablecoin, meski regulasinya masih belum tuntas.