Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Washington pada Jumat mendatang untuk membahas kerja sama pertahanan udara, pengadaan senjata jarak jauh, dan isu energi di tengah meningkatnya serangan Rusia terhadap infrastruktur energi Ukraina.
Pertemuan ini menjadi lanjutan dari dua percakapan telepon antara Zelenskiy dan Trump dalam sepekan terakhir, di mana keduanya membahas serangan terbaru Rusia terhadap infrastruktur sipil dan energi. “Kami perlu membahas urutan langkah-langkah yang akan saya ajukan kepada presiden,” kata Zelenskiy dalam konferensi pers di Kyiv bersama Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas.
Trump juga telah mengonfirmasi rencana pertemuan tersebut, namun tidak merinci topik yang akan dibahas. Zelenskiy menegaskan, Ukraina tengah berupaya memperoleh sistem pertahanan udara tambahan untuk melindungi aset energi setelah serangan udara Rusia menyebabkan pemadaman listrik besar-besaran di berbagai wilayah. Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan kepada Trump terkait kemungkinan pengiriman rudal jarak jauh Tomahawk, salah satu sistem persenjataan paling canggih milik Amerika Serikat.
“Terlalu dini untuk berbicara soal jumlah atau kemungkinan realisasinya,” ujar Zelenskiy. Ia menambahkan bahwa pendanaan untuk pengadaan rudal tersebut bisa berasal dari sejumlah sumber, termasuk sekutu NATO, hasil mineral Ukraina, atau dari aset Rusia yang dibekukan.
Selain isu pertahanan, Zelenskiy juga akan membahas kerja sama energi, termasuk rencana impor gas alam dari Uni Eropa, Norwegia, dan negara-negara Timur Tengah. “Kami sudah punya perkiraan kebutuhan kami, meski semuanya kembali ke soal pendanaan. Tapi kami akan mengatasinya,” ujarnya.
Selama kunjungan ke Washington, delegasi Ukraina yang dipimpin oleh Perdana Menteri Yuliia Svyrydenko dan Kepala Staf Andriy Yermak juga akan mengadakan pertemuan dengan anggota Kongres AS, pejabat militer, serta para eksekutif perusahaan energi—atas dorongan Trump sendiri.
Dalam waktu yang sama, Uni Eropa terus mengupayakan mekanisme hukum untuk memanfaatkan sekitar €200 miliar (US$232 miliar) aset bank sentral Rusia yang dibekukan, guna membiayai dukungan jangka panjang untuk Ukraina. Kaja Kallas menyebutkan bahwa pembahasan mengenai pemanfaatan dana tersebut menunjukkan kemajuan signifikan.
Kesepakatan politik terkait penggunaan aset beku itu diharapkan tercapai dalam KTT para pemimpin Eropa di Brussel pekan depan, sebelum Komisi Eropa menyiapkan proposal hukum untuk memulai mekanisme pencairan dana pada kuartal kedua tahun depan.