News
Senat AS Sahkan "One Big Beautiful Bill Act" : Kontroversi dan Potensi Ekonomi
July 2, 2025 | 15:43 WIB
Copied
Senat AS Sahkan "One Big Beautiful Bill Act" : Kontroversi dan Potensi Ekonomi

Senat Amerika Serikat resmi menyetujui RUU "One Big Beautiful Bill Act" (H.R. 1) pada Sabtu, 28 Juni 2025, dengan voting imbang 50-50 yang diputuskan oleh Wakil Presiden JD Vance, sebagaimana dilaporkan oleh AP News. 

RUU ambisius ini mencakup perpanjangan pemotongan pajak era Trump, pemotongan baru, peningkatan anggaran pertahanan dan keamanan, pemotongan pendanaan program sosial, perubahan batasan potongan pajak SALT (State and Local Tax), perluasan kredit pajak semikonduktor, serta potensi pajak remittance yang dapat memengaruhi pembayaran lintas batas. Namun, RUU ini memicu perdebatan sengit terkait dampak fiskal dan ekonomi jangka panjang.

Berdasarkan dokumen resmi di congress.gov, RUU ini memperpanjang pemotongan pajak yang diterapkan pada 2017, menambahkan pemotongan pajak baru untuk individu dan bisnis, serta meningkatkan anggaran pertahanan dan keamanan nasional hingga $100 miliar per tahun, sebagaimana diuraikan dalam laporan Congressional Budget Office (CBO) pada 1 Juli 2025. Sebaliknya, pendanaan program sosial seperti Medicaid dan food stamps dipotong sebesar 15%, sementara batasan potongan pajak SALT yang sebelumnya $10.000 akan dikurangi menjadi $5.000 untuk warga negara dengan pendapatan tinggi. RUU ini juga memperluas kredit pajak semikonduktor untuk mendorong manufaktur domestik, serta mengusulkan pajak remittance yang dapat memengaruhi aliran uang lintas batas, terutama ke negara-negara dengan diaspora besar seperti Meksiko dan Filipina.

RUU ini diprediksi dapat meningkatkan defisit dan utang AS hingga $5 triliun dalam dekade berikutnya, menimbulkan kekhawatiran jangka panjang terhadap stabilitas ekonomi, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters pada 30 Juni 2025. Bank-bank besar seperti JPMorgan Chase dan Goldman Sachs, bersama beberapa kelompok bisnis, mendukung RUU ini, dengan alasan bahwa pemotongan pajak dan insentif semikonduktor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Namun, Morgan Stanley dalam analisisnya menyatakan kekhawatiran atas ketidakseimbangan fiskal, sementara Elon Musk melalui akun X pada 1 Juli 2025 menyebut RUU ini "tidak bertanggung jawab secara fiskal" dan berpotensi merusak ekonomi AS dalam jangka panjang.

Dengan defisit AS yang terus meningkat—diproyeksikan mencapai 6,1% dari PDB pada 2035 menurut CBO—ada potensi penurunan peringkat kredit AS oleh lembaga seperti S&P dan Moody’s. Hal ini membuka peluang bagi aset safe haven seperti Bitcoin dan emas untuk menarik investor, sebagaimana dicatat dalam laporan MarketWatch pada 2 Juli 2025, yang menyebutkan kenaikan 3% harga Bitcoin pasca-pengumuman voting.

Di pasar global, RUU ini dapat memengaruhi nilai dolar AS dan aliran modal internasional, terutama dengan pajak remittance yang dapat mengurangi remitan ke negara berkembang.