asset coin leftasset coin right
📩 Stay Ahead in Crypto!🔥
Get expert insights & alerts straight to your inbox — join our newsletter now!
Dark Mode
ASTERUSDT1.3522-0.1471 ( -9.81% )
BNBUSDT1,209.51-122.52 ( -9.2% )
BTCUSDT112,085.0-3009.73 ( -2.62% )
ETHUSDT4,012.43-151.57 ( -3.64% )
HYPEUSDT39.26-1.95 ( -4.73% )
PENGUUSDT0.02416-0.001317 ( -5.17% )
SOLUSDT196.51-0.23 ( -0.12% )
XPLUSDT0.4193-0.0423 ( -9.16% )
XRPUSDT2.4704-0.1286 ( -4.95% )
Powered by
News

Fenomena “Debasement Trade” Guncang Pasar Global, Bitcoin dan Emas Jadi Pilihan Aman Investor

User
October 14, 2025 | 08:36 WIB
User
UpdatedBenny Hawe
October 14, 2025 | 08:36 WIB
Fenomena “Debasement Trade” Guncang Pasar Global, Bitcoin dan Emas Jadi Pilihan Aman Investor

Fenomena baru yang disebut “debasement trade” tengah menjadi topik hangat di kalangan pelaku pasar global, seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap lonjakan defisit anggaran dan lemahnya kebijakan fiskal sejumlah negara besar. Investor kini mulai menjauh dari obligasi pemerintah dan mata uang fiat, dan beralih pada aset lindung nilai seperti emas dan kripto.

Istilah debasement trade merujuk pada strategi investasi di mana pelaku pasar mengalihkan dana mereka dari aset berbasis mata uang fiat—seperti obligasi pemerintah—ke aset keras seperti emas, perak, dan kripto. Tujuannya adalah melindungi nilai kekayaan dari “debasement” atau penurunan nilai mata uang akibat kebijakan fiskal longgar, pencetakan uang berlebihan, serta defisit anggaran yang terus melebar.
Secara historis, istilah debasement berasal dari praktik para penguasa di masa lalu, seperti Raja Henry VIII atau Kaisar Nero, yang mengurangi kadar logam mulia pada koin untuk membiayai pengeluaran negara—sebuah tindakan yang pada akhirnya menurunkan nilai uang itu sendiri. Dalam konteks modern, “debasement” diartikan sebagai pelemahan nilai mata uang akibat inflasi dan utang publik yang terus meningkat.

Menurut laporan Bloomberg, emas telah melonjak lebih dari 50% sepanjang tahun ini dan mencapai rekor baru di atas US$4.000 per ons. Sementara itu, Bitcoin juga tetap mencatat kenaikan lebih dari 20% meski sempat berfluktuasi akibat ketegangan perdagangan baru antara Amerika Serikat dan China.

Fenomena debasement trade muncul karena kekhawatiran bahwa nilai mata uang dan obligasi akan terus tergerus seiring pemerintah menambah utang tanpa upaya serius untuk menekannya. Tekanan politik terhadap bank sentral untuk menahan suku bunga agar beban utang tidak meningkat juga diprediksi akan memicu inflasi yang lebih tinggi.

Stephen Miller, mantan kepala divisi obligasi BlackRock di Australia, menilai pergeseran ini baru awal dari tren yang lebih besar. “US Treasuries tidak lagi menjadi tempat berlindung yang tak tergoyahkan seperti dulu,” ujarnya. Tokoh-tokoh besar seperti Ray Dalio dan Ken Griffin bahkan menyebut emas kini lebih aman dibanding dolar AS, sementara analis lain seperti Nassim Taleb memperingatkan potensi krisis utang besar di Amerika Serikat.

Selain itu, langkah pembekuan aset Rusia setelah invasi ke Ukraina semakin menegaskan risiko menyimpan cadangan dalam mata uang asing, membuat banyak bank sentral dunia meningkatkan kepemilikan emas mereka. Di sisi lain, investor institusional juga mulai memandang aset digital seperti Bitcoin sebagai alternatif baru untuk melindungi nilai kekayaan mereka.

Meski demikian, sebagian analis menilai euforia ini lebih bersifat “momentum trade” ketimbang perubahan fundamental. Shoki Omori dari Mizuho Securities menegaskan bahwa “siapa pun yang menganggap mata uang dan obligasi bisa digantikan dengan Bitcoin dan emas, perlu realita check.”

Namun, kalangan lain tetap percaya tren ini akan berlanjut. Kathleen Brooks, Research Director di XTB Ltd. London, menyebut fenomena ini menunjukkan bagaimana aset digital semakin diterima sebagai penyimpan nilai di tengah ketidakpastian global. “Kami tidak melihat tren ini akan berakhir dalam waktu dekat,” ujarnya.

Copiedbagikan