Komisi Jasa Keuangan Korea Selatan (FSC) berencana mengajukan rancangan undang-undang (RUU) untuk mengatur stablecoin yang dipatok dengan won Korea pada Oktober 2025, menandai langkah penting dalam kerangka regulasi kripto yang terus berkembang di negara tersebut.
RUU ini merupakan bagian dari fase kedua Undang-Undang Perlindungan Pengguna Aset Virtual, yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan transparansi pasar aset digital. Stablecoin berbasis won dianggap vital untuk memfasilitasi transaksi dan menyediakan likuiditas dalam ekosistem kripto, namun keandalannya bergantung pada pengelolaan dan jaminan yang tepat guna mencegah risiko seperti yang terlihat dalam gejolak pasar global baru-baru ini.
Berdasarkan rincian kerangka kerja, RUU ini menitikberatkan pada tiga aspek utama: persyaratan penerbitan, pengelolaan jaminan, dan sistem kontrol internal. Penerbit wajib menjaga cadangan penuh dalam won Korea untuk memastikan transparansi dan mencegah masalah solvabilitas. Selain itu, sistem kontrol internal yang kuat harus diterapkan untuk mengelola risiko dan mematuhi standar regulasi, menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi pengguna.
Langkah ini muncul di tengah perdebatan berkelanjutan antara partai penguasa dan oposisi Korea Selatan mengenai pengawasan stablecoin, dengan proposal sebelumnya pada Juni dan Juli 2025 menyoroti perbedaan pendapat terkait pembayaran bunga dan kualifikasi penerbit. Inisiatif FSC mencerminkan komitmen untuk mengintegrasikan aset digital ke dalam sistem keuangan konvensional sambil menjaga kedaulatan moneter dan perlindungan pengguna.
Para ahli memprediksi bahwa RUU ini akan meningkatkan kepercayaan investor, menjaga stabilitas pasar, dan mempercepat adopsi mainstream aset digital di Korea Selatan. Dengan menetapkan pedoman operasional yang jelas, regulasi ini berpotensi menjadi contoh bagi negara lain yang menghadapi tantangan regulasi stablecoin, bahkan memengaruhi standar global.