Pemerintah Amerika Serikat resmi mengalami penutupan (government shutdown) untuk pertama kalinya dalam hampir tujuh tahun, setelah Kongres melewati tenggat waktu pendanaan tanpa mencapai kesepakatan. Shutdown ini menjadi yang ketiga di era Presiden Donald Trump, menandai kebuntuan politik serius antara Partai Republik dan Demokrat.
Kantor Anggaran Gedung Putih telah memerintahkan seluruh lembaga federal menjalankan rencana darurat akibat kekosongan anggaran. Akibatnya, ratusan ribu pegawai negeri sipil harus dirumahkan sementara, sementara layanan publik di berbagai sektor non-esensial ikut lumpuh.
Dampak Ekonomi Bisa Memicu Resesi
Kebuntuan ini terutama dipicu perdebatan mengenai subsidi layanan kesehatan. Menurut analisis Bloomberg Economics, jika shutdown berlangsung tiga minggu, tingkat pengangguran AS bisa melonjak ke kisaran 4,6%–4,7% dari posisi 4,3% pada Agustus.
Trump bahkan mengisyaratkan bahwa pemerintahannya akan menggunakan momen ini untuk melakukan PHK massal pegawai federal, bukan sekadar furlough sementara. Langkah tersebut berpotensi memperburuk dampak ekonomi dan memperpanjang krisis. Situasi kian berat karena sekitar 150.000 pegawai juga meninggalkan birokrasi per 1 Oktober akibat program pengunduran diri yang tertunda dalam skema DOGE milik Elon Musk.
Sejarah menunjukkan tidak semua kerugian ekonomi akibat shutdown bisa dipulihkan. Kantor Anggaran Kongres (CBO) mencatat, dari total kerugian output ekonomi sebesar US$11 miliar pada shutdown 2018–2019, sekitar US$3 miliar hilang permanen.
Data Ekonomi Tertunda, Fed Kehilangan Arah
Shutdown ini juga mengganggu rilis data penting, termasuk laporan ketenagakerjaan bulanan BLS yang seharusnya keluar Jumat ini. Bank Sentral AS (Federal Reserve), yang tengah menimbang kebijakan suku bunga, akan kehilangan data vital sebagai acuan. Hal ini bisa menambah ketidakpastian di pasar keuangan global, termasuk pasar kripto yang sensitif terhadap arah kebijakan moneter AS.
Deadlock Politik Jelang Pemilu Paruh Waktu
Baik Demokrat maupun Republik sama-sama belum menunjukkan tanda-tanda kompromi. Partai Demokrat, dipimpin Chuck Schumer, ditekan basis progresifnya untuk memanfaatkan momen ini sebagai leverage politik menjelang pemilu sela 2026. Sementara Mayoritas Senat dari Republik, John Thune, menegaskan pihaknya akan terus mengajukan proposal pendanaan tanpa syarat tambahan hingga Demokrat setuju.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian besar terhadap arah ekonomi AS. Dengan potensi resesi parsial, penundaan data ekonomi, dan meningkatnya pengangguran, dampaknya bisa meluas ke pasar global, termasuk kripto yang biasanya bergerak volatil saat ketidakpastian makro meningkat.